Filosofi Apem dan Pisang dalam Tradisi Megengan di Jawa Timur Menyambut Ramadhan

Surabaya (beritajatim.com) – Dalam menyambut bulan suci Ramadan, masyarakat Jawa Timur umumnya memiliki tradisi unik yang disebut dengan megengan. Namun, ada filosofi megengan yang mungkin tak banyak orang ketahui.

Pada dasarnya, Megengan dapat diartikan sebagai menahan. Mulai dari menahan diri dari makanan, minuman, atau bahkan hawa napsu. Hal ini sebagai penanda sekaligus pengingat bahwa bulan Ramadan akan segera datang.

Di mana masyarakat nantinya diwajibkan untuk melakukan puasa sebulan penuh. Adapun banyak orang beranggapan bahwa Sunan Kalijaga yang menjadi pencetus lahirnya tradisi ini.

BACA JUGA: Komunitas Ngobrol Pintar Gelar Diskusi Publik ‘Quo Vadis Agenda Reformasi?’

Di mana dalam tradisi ini, warga melakukan prosesi makan sekaligus berdoa bersama di masjid ataupun di rumah. Namun, sebagian di antaranya terkadang sekadar membagikan makanan kepada para tetangga sekitar.

Adapun dalam sajian makanan tersebut, umumnya tak hanya berupa nasi dan lauk saja. Melainkan juga ada buah pisang hingga jajanan tradisional apem yang menjadi ciri khasnya.

Adanya pisang dan apem dalam tradisi megengan tersebut bukan tanpa alasan. Keduanya memiliki filosofi yang mungkin tak banyak orang ketahui.

Masyarakat setempat meyakini bahwa bentuk apem yang cenderung bulat dan pisang raja yang memajang, jika digabungkan maka dapat menyerupai sebuah payung.

BACA JUGA: Karina Lestarikan Permainan Tradisional Kerjasama Elyon Christian School Surabaya

Sehingga hal ini pun dimaknai sebagai bentuk perlindungan diri dari hambatan. Terlebih hambatan ketika sedang menjalankan ibadah puasa nantinya.

Terlepas dari itu, kata Apem pada dasarnya diambil dari Bahasa Arab, yakni afwan. Di mana jika diartikan memiliki makna maaf atau ampunan. Tak ayal, jika selama ini banyak didapati megengan dengan menyajikan kue berbahan dasar tepung ini. Karena apem sendiri dijadikan simbol pengampunan dari Tuhan Yang Maha Esa.

Sedangkan buah pisang dalam acara megengan dimaknai sebagai pengingat agar senantiasa melakukan kebaikan. Hal ini tidak lepas dari pohon pisang yang hanya berbuah sekali dan kemudian mati. Sehingga dalam kesempatan bertemu kembali dengan bulan Ramadan, diharapkan seseorang dapat memberikan manfaat, terlebih sebelum dirinya meninggal.

Itulah alasan mengapa masyarakat khususnya di Jawa Timur kerap menyajikan kue apem dan pisang dalam tradisi megengan. Intinya, selain untuk bentuk rasa syukur bertemu dengan Bulan Ramadan, juga sebagai pengingat sekaligus simbol ampunan. (fyi/ian)