Apa jadinya jika Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto berduat untuk maju dalam Pilpres 2024? Ganjar dan Prabowo sudah sejak lama diposisikan sebagai rival. Sesama sosok yang pantas maju ke Pemilihan Presiden tahun 2024. Tetapi dalam beberapa minggu terakhir, kemungkinan duet Ganjar – Prabowo lamat-lamat mulai terdengar.
Belum menjadi suara kencang, memang. Lirih saja. Lamat-lamat. Dan justru karenanya menarik untuk ditafsirkan. Menarik untuk dilihat peluang-peluang sekalian kendala-kendalanya. Apa jadinya jika Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto berduat? Seberapa besar peluangnya untuk bisa berhasil menang? Apa yang menjadi kendalanya?
Jika benar berduet, lalu dicermati lebih ke dalam, Ganjar – Prabowo merupakan pasangan ideal. Peluang menangnya cukup besar. Peluang yang dilatarbelakangi oleh peta kekuatan partai pengusung, peta kekuatan basis kultural, kekuatan sosok keduanya, dan riwayat politik 2 pilpres terakhir.
Minggu-minggu ini, politik nasional dihiasi oleh wacana koalisi besar. Dua koalisi yang sebelumnya telah terbangun kini diwacanakan untuk melebur. Yakni Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) terdiri Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dengan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) yang terdiri dari Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Belakangan PDI Perjuangan turut diwacakan pula.
Jika benar koalisi besar terbangun, harapannya tentu kekuatan besar turut terbangun. Kekuatan seperti tercermin dalam akumulasi perolehan suara pada Pemilu 2019. Terdiri dari Partai Gerindra sebanyak 12,57 persen, Partai Golkar 12.31 persen, PKB memperoleh suara sah 9,69 persen, PAN mendapatkan suara sah 6,84 persen, PPP sebesar 4,52 persen. Plus perolehan suara sah PDI Perjuangan sebesar 19,33 persen. Total sekitar 65 persen.
PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Gerindra bisa berharap untuk meraup sebanyak-banyaknya suara dari kaum nasionalis. Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Persatuan Pembangunan merepresentasikan suara nahdliyin (NU). Tugas Partai Amanat Nasional untuk menarik kantong suara dari Muhammadiyah. Tiga basis massa utama masyarakat (nasionalis, Nahdliyin, Muhammadiyah) terangkum sudah.
Secara kultural, tiga basis massa itulah yang mendominasi politik di tanah air sejak Indonesia merdeka. Kebetulan seluruh partai dalam wacana koalisi besar, saat ini, berstatus sebagai pendukung Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sehingga komunikasi untuk benar-benar merealisasikan koalisi besar lebih mudah terjalin.
Kebetulan pula, Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto merupakan sosok yang berada dalam koalisi besar tersebut. Ganjar sebagai kader PDI Perjuangan dan Prabowo sebagai Ketua Umum Partai Gerindra. Klop.
Apalagi, sejauh ini, belum ada sosok menonjol lain yang muncul dalam koalisi besar. Misalnya sosok Airlangga Hartarto (Golkar), Muhaimin Iskandar (PKB), Muhamad Mardiono (PPP), Zulkifli Hasan (PAN). Elektabilitas dan popularitas tiap-tiap ketua partai di koalisi besar tersebut belum sekuat Ganjar dan Prabowo.
Jika Ganjar Pranowo mampu mewarisi suara Jokowi dalam Pilpres 2014 dan Pilpres 2019, dia bakal mendapat suara besar dari wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Bali. Kelemahan basis dukungan dari wilayah Jawa Barat, Banten, dan Sumatera bisa ditutup oleh sosok Prabowo. Komplet. Maka Pilpres 2024 selesai sudah. Duet Ganjar – Prabowo sudah pasti menang.
Tetapi tentu tidak semudah itu. Politik senantiasa bersifat cair, dinamis. Ganjar bukanlah Jokowi. Penerimaan masyarakat terhadap Prabowo sekarang belum tentu sama dengan Prabowo sebelumnya.
Koalisi besar juga tidak selalu berbanding lurus dengan perolehan suara besar. Riwayat politik Indonesia mengajarkan kita untuk mengingat kejadian dalam Pilpres 2014.
Ketika itu Jokowi yang diusung Koalisi Indonesia Hebat (KIH) mampu mengalahkan Prabowo yang diusung oleh Koalisi Merah Putih (KMP). Padahal kekuatan KIH hanya 207 kursi di DPR RI. Sedangkan kekuatan KMP sebesar 292 kursi. Artinya modal kursi parlemen yang besar belum menjamin duet Ganjar – Prabowo menang.
Ada kendala rumit pula. Apakah Prabowo Subianto bersedia menjadi calon wakil presiden mendampingi Ganjar Pranowo? Status Prabowo adalah Ketua Umum Partai Gerindra. Dalam 2 kali pilpres, Prabowo selalu menjadi calon presiden. Meski selalu kalah, selisih perolehan suara Prabowo hanya beda tipis dibandingkan perolehan suara Jokowi.
Bila dalam Pilpres 2024 berposisi sebagai cawapres, gengsi Prabowo taruhannya. Bahkan tidak sekadar gengsi. Setelah 2 kali kalah dengan selisih suara tipis, kali ini, Prabowo mungkin yakin mampu menang. Toh lawan dia bukan lagi Jokowi. Sehingga peluang duet Ganjar – Prabowo berubah rumit.
Bagaimana jika dibalik, duet diubah menjadi Prabowo – Ganjar? Situasinya juga rumit. Ganjar Pranowo belum tentu mau sebab survei-survei hampir selalu menempatkan dia dalam posisi teratas. Ganjar akan merasa lebih berhak tampil sebagai capres dan bukan cawapres.
Apalagi urusannya dengan PDI Perjuangan, situasi kian rumit. Partai berlogo moncong putih ini jauh-jauh hari telah bertekad untuk mengusung kadernya maju sebagai calon presiden. Tidak terlintas untuk memasang kader sebagai cawapres. Terlebih PDI Perjuangan berhasil meraup suara tertinggi dalam 2 kali pemilu dan mencatat sukses dalam 2 kali pilpres.
Tetapi, sekali lagi, politik bersifat cair, dinamis. Peluang duet Ganjar – Prabowo belum tertutup sama sekali.
Kita ingat kejadian pada Pilpres 2009. Ketika itu, Prabowo Subianto bersedia maju menjadi calon wakil presiden mendampingi calon presiden Megawati Soekarno Putri. Padahal beberapa tahun sebelumnya, keduanya berada pada posisi yang jauh berseberangan. Prabowo berada pada posisi bagian dari Orde Baru sedangkan Megawati bagian dari barisan Reformasi.
Prabowo memang bukan tipe politisi yang kaku-kaku amat. Lihat saja hubungan Prabowo dengan Jokowi. Usai berjibaku tarung di Pilpres 2014 dan 2019, pertarungan politik yang penuh manuver, Prabowo tiba-tiba memilih masuk dalam Kabinet Jokowi.
Kembali pada sekali lagi, duet Ganjar – Prabowo bukan tidak mungkin terwujud. Kita tunggu saja. Drama politik di Indonesia masih akan menghadirkan kejutan-kejutan. Entah kejutan ke arah mana. [but]