Lebaran 2023 diperingati dua versi. Jumat (21/4/2023) dan Sabtu (22/4/2023). Tapi kemeriahan menyambut hari kemenangan itu tidak surut. Takbir berkumandang dari kota hingga pelosok desa. Di masjid dan di musala. Bahkan di gang-gang sempit perkotaan.
Memang, tahun ini adalah Lebaran pertama tanpa PPKM (pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat). Itu yang mendorong terjadinya lonjakan pemudik. Pemerintah membuat kebijakan libur cuti bersama yang diperpanjang agar arus mudik lancar.
Jalan-jalan dipenuhi kendaraan. Bahkan hingga mengular. Kementerian Perhubungan memprediksi jumlah pemudik pada Lebaran 2023 mencapai 123,8 juta jiwa, meningkat 47% secara nasional jika dibandingkan tahun sebelumnya. Pada Lebaran 2022 jumlah pemudik 86 juta.
BACA JUGA:
Mudik Lebaran, 21,2 Juta Kendaraan Masuk Jatim
Mereka mudik menggunakan berbagai moda trasnportasi. Kendaraan pribadi (roda empat dan roda dua). Juga mudik menggunakan angkutan umum. Maka tak heran, jumlah penumpang angkutan umum dari terminal, kereta api, pelabuhan dan bandar udara, melonjak tajam.
Pada Kamis (20/4/2023), Wakil Gubernur Jatim Emil Dardak menyebut sebanyak 21,2 juta kendaraan menuju ke Jawa Timur saat mudik Lebaran 2023. Dari 21,2 juta pergerakan arus mudik yang ada di Jawa Timur, sedikitnya 30 persen masyarakat menuju Surabaya, Sidoarjo, dan Malang Raya.
Tentu saja, melonjaknya jumlah pemudik tersebut diharapkan bisa menggenjot perputaran ekonomi di desa. Dengan begitu, laju perekonomian di desa menjadi meningkat. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno memperkirakan perputaran uang pada Lebaran tahun ini tembus Rp240,1 triliun.
BACA JUGA:
Waspada Saat Mudik! Ini Titik Rawan Macet di Jawa Timur
Terlepas dari itu semua, mudik adalah terapi sosial. Dengan mudik, orang-orang yang mudah kehilangan dirinya dalam hiruk-pikuk kota ingin menemukan kembali masa lalunya di kampung. Mereka yang hanya dihitung sebagi angka dan skrup kecil dalam mesin raksasa kota, ingin kembali diperlakukan sebagai manusia. Ya, mereka ingin meninggalkan, walau sejenak, wajah-wajah kota yang garang untuk menikmati kembali wajah-wajah kampung yang ramah.
Oleh karenanya, mudik bukan sekadar perjalanan mengarungi darat, laut ,dan angkasa, atau bersimbah keringat dalam kendaraan. Peristiwa itu merupakan perjalanan yang melintas waktu. Mereka telah membawa masa kini kemasa lalu, supaya memperoleh kekuatan buat menempuh masa depan.
Sekali lagi, mudik bukan semata-mata hiburan. Tetapi terapi massal yang bisa memanusiakan manusia. Tidak membuat kita menjadi manusia robot di tengah belantara kota. Semoga. [suf]