Penganiaya Jurnalis Surabaya Dihukum 3 Bulan 15 Hari

Surabaya (beritajatim.com) – Empat terdakwa penganiaya jurnalis Surabaya mendapat hukuman penjara 3 bulan 15 hari dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya. Mereka dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penganiayaan terhadap lima orang jurnalis.

Empat Terdakwa tersebut adalah Soeparman (55) warga Stasiun Kota Surabaya, Moch Hosen (55) warga Ketapang Surabaya, Eko Yuli Kriswantoro alias Pesek (43) warga Tengger Kandangan Surabaya, dan Slamet Dumadi alias Didit (45) warga Bronggalan Sawah Surabaya.

Dalam amar putusannya Majelis Hakim menyatakan para terdakwa terbukti melanggar Pasal 170 ayat (1) KUHP.

“Menjatuhkan pidana penjara selama 3 bulan 15 hari dikurangi masa penangkapan dan penahanan,” ujar Ketua Majelis Hakim, Mangapul, membacakan amar putusan dalam sidang pada Kamis (4/5/2023).

Majelis hakim juga mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan. Hal yang meringankan, terdakwa sudah meminta maaf. Sedangkan yang memberatkan, perbuatan terdakwa membuat trauma para korban.

Baca Juga:
Sidang Penganiayaan Jurnalis Digelar Perdana di PN Surabaya

Atas vonis tersebut, Kasi Pidum Kejari Tanjung Perak Surabaya Hasudungan Parlindungan Sidauruk belum menentukan sikap apakah banding atau menerima putusan. Pihaknya merasa masih perlu berkonsultasi dengan pimpinan.

“Masih menunggu keputusan pimpinan,” ujarnya.

Perlu diketahui, dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ugik Ramantyo dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak Surabaya tertuang bahwa keempat terdakwa terbukti melanggar

Ugik mengatakan, usai dirinya membacakan dakwaan langsung dilanjut dengan pemeriksaan saksi korban. Sebab Terdakwa tidak mengajukan eksepsi (keberatan atas dakwaan).

“Karena terdakwa tidak ajukan eksepsi maka langsung pemeriksaan saksi, kalau terdakwa ajukan eksepsi maka kita tunda sidangnya untuk eksepsi Terdakwa,” ujar Ugik.

Peristiwa ini berawal pada Jum’at (20/1/2023) siang, saat beberapa wartawan Surabaya diantaranya Rofik, Anggadia, Firman Rachmanudin, Didik Suhartono dan Ali Masduki diundang oleh dinas kebudayaan dan dinas pariwisata Pemprov Jatim untuk melakukan peliputan penyegelan Diskotek Ibiza Club. Mereka yang bekerja sebagai wartawan pun datang dan berkumpul di warkop milik saksi Selami.

Baca Juga:
Berkas Perkara Pengeroyokan Jurnalis di Surabaya Dinyatakan P21

Saat itulah, terdakwa II Hosen yang bekerja sebagai keamanan Diskotek Ibiza Club mendapatkan laporan dari istrinya yaitu Indra Jaya juga bekerja di Diskotek Ibiza Club. Karena laporan Indra, para terdakwa pun turun ke bawah menemui Rofik dan Didik. Saat itulah para terdakwa I, II, III, IV dengan spontan langsung melakukan pengeroyokan terhadap korban Rofik dari mulai mendorong, menendang dan memukuli berkali-kali.

Sembari memukuli, terdakwa II bilang “Iku bojoku, Koen ngomong anjing Nang bojoku” sambil terus-terusan memukul pelipis pipi dan telinga Rofik. Karena melihat temannya dikeroyok, Angga dan Firman menghampirinya.

Namun sayang, mereka juga tak luput dari pukulan para keamanan Diskotek Ibiza Club. Saat Firman mencoba mengeluarkan camera, oleh terdakwa I dihalangi dan memukulkan helm ke tangan Firman.

Baca Juga:
Berkas Perkara Pengeroyokan Jurnalis di Surabaya Dinyatakan P21

Masih tak puas, terdakwa III mengambil kursi untuk dipukulkan ke korban Rofik. Saksi Ali Masduki datang dari belakang dan mencoba melerai Rofik yang dipukuli oleh terdakwa IV. Namun terdakwa IV menghalangi sembari bilang “Wes ojok melok-melok urusan Iki”.

Usai sidang, Johan Avie, S.H. kuasa hukum dari empat wartawan korban kekerasan mengkritisi sidang perdana ini. Menurutnya, untuk kasus sebesar ini Jaksa Penuntut Umum terlalu tergesa-gesa dalam menggali kebenaran materiil.

“Kasus ini kan dakwaannya masuk ke dalam Kejahatan terhadap fisik, bukan Tipiring. Harusnya JPU lebih bersabar dalam menggali kebenaran materiil. Ini kok kesannya jadi seperti sidang kejar tayang.” kritik Johan Avie. [uci/beq]