Magetan (beritajatim.com) – Kondisi santri putra 14 tahun yang dianiaya di sebuah ponpes di wilayah Kecamatan Karas Magetan masih trauma. Putra sulung HW (46) warga Kecamatan Magetan itu kadang terdiam di rumah.
HW mengatakan dia tak tega melihat kondisi anaknya itu. Meski kini luka-luka di tubuh putranya sudah mulai sembuh, namun luka psikisnya bum sembuh 100 persen. Bahkan, bocah remaja itu beberapa kali mengigau saat tidur malam hari.
“Luka sebagian sudah sembuh. Namun, luka batinnya belum. Kalau malam ngelindur (mengigau) saat malam hari gitu pas tidur. Kasihan,” kata HW, Senin (22/5/2023).
Karenanya, HW bersikukuh agar tetap menginginkan para pelaku penganiaya putranya bisa dihukum sesuai aturan yang berlaku. Dia menolak untuk memaafkan pelaku lantaran putranya dikeroyok beberapa orang. “Saya akan tetap meminta agar pelaku diproses hukum sesuai aturan yang berlaku. Saya tidak terima anak saya dianiaya hingga mengalami luka fisik dan luka batin. Sampai saat ini masih trauma,” lanjut HW.
BACA JUGA:
Santri Dianiaya Senior dan Pengurus Ponpes di Magetan
Sebelumnya diberitakan, kasus penganiayaan santri di sebuah pondok pesantren (ponpes) di wilayah Karas Magetan masih dalam penyelidikan polisi. Pun, korps bhayangkara mendapati jika pihak ponpes awalnya tidak tahu adanya penganiayaan di dalam ponpes. Mereka tahu saat polisi datang saat olah tempat kejadian perkara (TKP)
Kasat Reskrim Polres Ngawi AKP Rudy Hidajanto bercerita, Sembilan orang saksi telah diperiksa oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Ngawi terkait penganiayaan terhadap santri di sebuah wilayah Kecamatan Karas, Magetan.
Dia menerangkan, pemeriksaan meliputi saksi anak, pengurus ponpes, kepala asrama ponpes, dan pimpinan ponpes. Pihaknya belum menyatakan tersangka dari sejumlah 9 orang yang sudah diambil keterangannya itu.
“Kami sudah periksa total 9 orang saksi. Keteranganya sudah diambil semua. Dari 6 saksi anak mereka sudah mengaku jika telah melakukan pemukulan terhadap korban yang masih berusia 14 tahun itu,” kata Rudy saat ditemui di kantornya, Senin (22/05/2023).
BACA JUGA:
Polres Magetan Bakal Panggil Pihak Ponpes Terkait Laporan Penganiayaan Santri
Rudy mengatakan jika kepala asrama dan pengurus ponpes awalnya tidak tahu jika korban yang saat itu dijemput orang tua usai mengalami penganiayaan pada 9 Mei 2023 lalu. “Beliau pengurus ponpes baru tahun setelah pihak kepolisian mengecek ke ponpes untuk olah tempat kejadian perkara (TKP),” kata Rudy.
Dia mengatakan bakal mempertemukan sejumlah saksi anak dan korban bersama orang tuanya. Pun, pihaknya akan menempuh proses disversi. Namun, jika pihak korban menghendaki proses hukum, maka akan tetap berlanjut.
“Karena saksi anak yang memukul ini juga masih dibawah umur. Korbannya juga di bawah umur. Sehingga, prosesnya memang seperti ini. Jika memang pihak korban menghendaki proses hukum, maka akan tetap berlanjut,” pungkasnya.
Diketahui, santri putra berusia 14 tahun asal Kecamatan Magetan, Kabupaten Magetan mengaku dianiaya oleh dua orang senior dan dua pengurus salah satu ponpes di Kecamatan Karas. Tindak penganiayaan itu berlangsung pada Senin (8/5/2023) pukul 22.30 WIB.
BACA JUGA:
Santri di Magetan Meninggal Usai Berenang, Diduga Tenggelam di Kolam Renang Umum
Ayah santri dianiaya tersebut, HW (46) tidak terima putranya dianiaya. Dia pun melaporkan kejadian itu ke SPKT Polres Magetan pada Selasa (9/5/2023) pukul 21.40 WIB.
Dia mengetahui putranya dianiaya karena mendapatkan telepon dari salah satu pengurus umum ponpes tersebut. Saat diangkat, yang bicara dalam telepon itu adalah putranya. Santri itu langsung bercerita jika dia dianiaya oleh sang senior berikut pengurus pondok.
Santri itu mendapatkan pukulan di sekujur tubuh. Yang paling parah di dahinya karena sampai keluar darah. Saat melakukan panggilan video, HW melihat dua plester menempel di dahi putranya. Dia langsung geram dan menjemput putranya dari ponpes.
“Jadi ceritanya, anak saya ini uangnya dicuri. Kemudian, anak saya tidak terima dan mencuri uang anak lain. Saat itu, dia ketahuan dan akhirnya dipaksa mengaku hingga dipukuli oleh dua orang senior yang ada di madrasah aliyah dan dua orang pengurus ponpes. Dahinya sampai berdarah dan sekujur tubuhnya dipukul,” kata HW.
Dia menilai penganiayaan itu sudah kelewat batas karena uang yang dicuri hanya sekitar Rp150 ribu. HW mengaku bisa mengganti uang itu dan memberikan pemahaman pada putranya agar tak mengulangi perbuatannya namun tak setuju dengan kekerasan.
“Karenanya kami melapor ke Polres Magetan agar para pelaku ini bisa jera. Sekaligus, kami ingin pelaku bisa diproses hukum. Bagi pengurus ponpes yang terlibat, lebih baik dipecat saja,” katanya. [fiq/suf]